BIROKRASI DAN
PELAYANAN PUBLIK
Disusun oleh:
ILHAM AKBAR (150802001)
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH, 2016
....................................................................................................................
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabrakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin,
segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
dan salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita
harapkan syafa’atnya di yaumulqiyamah nanti, amin. Penyusunan makalah ini
dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah kebijakan pemerintah. Tak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen kita, Bapak Dahlawi, M.Si. yang telah
membimbing dan mendukung dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari
penyusunan makalah ini jauh dari sempuna. Oleh sebab itu, penulis memohon
kepada pembaca atas kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan bagi pembaca dan penulis
sendiri. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Banda
Aceh, 13 januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..ii
BAB I
: PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah…………………………………………………………….1
1.2. Rumus masalah…………………………………………………….……………….2
1.3. Tujuan penulis……………………………………………………………………...2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Birokrasi……………………………………………………………………...…….3
2.1.1.
Karekteristik birokrasi……………………………………………………..3
2.1.2.
Tipe ideal birokrasi………………………………………………………...4
2.1.3.
Pelaksanaan etika birokrasi………………………………………………...5
2.2. Pelayanan publik……………………………………………………………………6
2.2.1.
Penyelenggaraan pelayanan publik…………………………………………6
2.2.2.
Undang-undang pelayanan publik………………….………………………7
2.3. Fungsi Birokrasi Sebagai Pelayanan……………………………...………………8
BAB III : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang masalah
Indonesia
adalah sebuah negara yang berazaskan Pancasila dan memiliki sumber hukum yaitu
UUD 1945. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum dan berbagai macam peraturan baik itu
undang-undang, perpres, perpu, peraturan pemerintah, perda, dan lain
sebagainya. Indonesia telah mengalami berbagai macam peristiwa yang menyangkut
sistem pemerintahan.
Kini Indonesia memasuki masa reformasi. Masa dimana demokrasi dan kebebasan berpendapat menjadi yang utama di negeri ini. Sistem pemerintahan Indonesia dari waktu ke waktu semakin berkembang. Sampai sekarang sudah terjadi banyak sekali perubahan yang berarti dalam sistem pemerintahan Indonesia, salah satunya adalah perubahan dalam sistem birokrasi.
Kini Indonesia memasuki masa reformasi. Masa dimana demokrasi dan kebebasan berpendapat menjadi yang utama di negeri ini. Sistem pemerintahan Indonesia dari waktu ke waktu semakin berkembang. Sampai sekarang sudah terjadi banyak sekali perubahan yang berarti dalam sistem pemerintahan Indonesia, salah satunya adalah perubahan dalam sistem birokrasi.
Pelayanan publik pada dasarnya
menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka
pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan
oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun
pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi
publik (public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal
tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan
kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
Di Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga
telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5
Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang
Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk
lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu
pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang
Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.
Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.Oleh
karena saya membuat makalah ini dengan judul “ Pelayanan Publik Pemerintahan
Daerah” ,dan diharapkan agar kita lebih memahami tentang Pelayanan Publik
Daerah tersebut.
1.2.
Rumus masalah
1.
Apa pengertian dari birokrasi
2.
Apa saja karakteristik birokrasi
3.
Apa saja tipe ideal birokrasi
4.
Bagaimana etika pelaksanaan birokrasi ?
5.
Apa yang dimaksud dengan pelayanan
public ?
6.
Bagaimana penyelenggaraan pelayanan
public ?
7.
Apa saja undang-undang pelayanan public
?
8.
Bagaimana yang dimaksud dengan fungsi
birokrasi sebagai pelayanan
1.3.
Tujuan penulis
Untuk memenuhi
tugas yang telah di berikan oleh dosen, serta untuk mengetahui dan
mendeskribsikan serta mengetahui apa saja keterkaitan birokrasi dalam
bernegara ini.
Juga untuk mengetaui bagaimana pelayanan
publik yang seharusnya diterapkan agar terjadi ke esiensian di masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Birokrasi
Jika kita mendengar kata birokrasi
maka langsung yang ada dipikiran kita adalah bahwasannya kita berhadapan dengan
suatu prosedur yang berbelit-belit, dari meja ke suatu meja yang lain, yang
ujung-ujungnya adalah biaya yang serba mahal.
Untuk memahami apa itu birokrasi, mari
kita mencermati pendapat para ahli mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan
birokrasi:
1. Menurut Max
Weber, Pengertian
Birokrasi adalah suatu bentuk
organisasi yang penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otorita yang ditetapkan secara
rasional oleh berbagai macam peraturan. Birokrasi ini dimaksudkan untuk
mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang
banyak.
2. Dari definisi birokrasi menurut Blau dan Page menunjukkan bahwa birokrasi tidak
hanya dikenal dalam organisasi pemerintah, akan tetapi juga pada semua
organisasi besar, seperti organisasi militer dan organisasi-organisasi niaga.
Dengan demikian, birokrasi dapat dilihat pada setiap bentuk organisasi modern
yang dihasilkan oleh proses rasionalisasi.
3. Menurut Fritz
Morstein Marx, Pengertian Birokrasi adalah suatu tipe
organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk melaksanakan tugas-tugasnya
yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya
oleh aparatur pemerintah.
Berdasarkan
uraian-uraian tersebt diatas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah suatu
prosedur yang efektis dan efesien yang didasrkan oleh teori dan aturan yang
berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah di tetapkan oleh
organisasi atau instansi.
2.1.1. Karekteristik birokrasi
Karakteristik
birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber,
paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
1.
Organisasi yang disusun secara hirarkis
2.
Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.
3.
Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas
orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut
didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian
(examination).
4.
Seorang pelayan publik menerima gaji pokok
berdasarkan posisi.
5.
Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir.
6.
Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri
kantor mereka.
7.
Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin.
8.
Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj
atasan (superior's judgments).
Ditinjau secara politik,
karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal.
Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya
didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana.
Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan
kepentingan pemerintah.
2.1.2.
Tipe ideal birokrasi
Max Weber menyadari bahwa bentuk “birokrasi yang ideal” itu tidak ada
dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud
menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat
dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain
struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini. Max Weber lahir 1864, di
tengah-tengah keluarga profesional Prussia kelas menengah. Ia belajar pada
beberapa universitas di Jerman seperti Heidelberg, Goettingen, dan Berlin.
Kemudian studinya dilanjutkan setelah dia bekerja sebagai hakim di pengadilan
Berlin. Ia memperoleh penghargaan tertinggi akademik sebagai profesor penuh di
bidang ekonomi dari universitas Freiburg ketika berusia 30 tahun. Gelar
profesor di Jerman kala itu dihargai amat tinggi dibandingkan penghargaan yang
diberikan oleh negara manapun. Weber
mampu meraih penghargaan tertinggi tersebut pada usia begitu muda pada
jamannya. Max Weber menulis pada permulaan abad 19 dan telah mengembangkan
sebuah model struktural yang ia katakan sebagai alat yang paling efisien bagi
organisasi-organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ia menyebut struktur
ideal ini sebagai birokrasi. Struktur tersebut ditandakan dengan adanya
pembagian kerja, sebuah hirarki wewenang yang jelas, prosedur seleksi yang
formal, peraturan yang rinci, serta hubungan yang tidak didasarkan hubungan
pribadi (impersonal). Gambaran Weber tentang birokrasi telah menjadi prototipe
rancangan bagi kebanyakan struktur organisasi yang sekarang ada.
Weber mengemukakan pokok-pokok pikirannya
tentang birokrasi dalam organisasi modern, sebagai suatu tipe khusus sebuah
struktur sebagi berikut:
1. Pemerintahan yang bersih atau memiliki
aturan kegiatannya atau aktivitasnya dilakukan secara khusus atau spesialisasi
staf administrasi (tidak sama seperti bentuk tradisional dimana penyerahan
tugas-tugas dilakukan oleh pemimpin dan dapat dirubah kapan saja).
2. Organisasi mengikuti prinsip hirarki,
sub-ordinat taat terhadap tata tertib atau kekuasaan, tetapi memiliki hak untuk
mengeluarkan pendapat (berbeda dengan otoritas dalam struktur tradisional).
3. Maksud (intensial), keputusan yang
mengatur aturan yang abstrak, tindakan, dan keputusan selalu stabil, mendalam,
dan dapat dipahami. Ketetapannya terarsipakan secara permanen (di dalam bentuk
tradisional hukum bersifat kurang tegas atau tidak direkam secara tertulis).
4. Pengertian produksi atau administrasi
adalah sebagai akktifitas perkantoran. Kepemilikan pribadi terpisah dari
kepemilikan kantor (dinas).
5. Pegawai diseleksi berdasarkan tehnik
kualifikasi bukan dipilih begitu saja tanpa spesialisasi yang jelas. Mereka
diberi kompensasi berupa imbalan dan penalti sesuai aturan.
6. Jabatan pada organisasi merupakan suatu
karier yang permanen. Pegawai merupakan pekerja full-time dan berpandangan ke
depan kepada suatu kehidupan karier yang panjang. Sesudah beberapa periode
mereka mendapatkan kenaikan atau promosi jabatan dan dilindungi dari pemecatan
yang sewenang-wenang.
Gambaran tersebut di atas menurut Weber
merupakan tipe ideal dari birokrasi sebagai suatu model yang disederhanakan
(bukan suatu model yang dilebih-lebihkan) yang di fokuskan pada sisi yang
paling penting. Thompson (1967) mendukung pendapat Weber dengan berpendapat
bahwa tujuan hakiki dari administrasi adalah mengurangi ketidak pastian, tetapi
tidak pula mengurangi fleksibilitas organisasi. Weber menyadari bahwa bentuk
“birokrasi yang ideal” itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe
organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori
tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya
tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang
ini.
2.1.3. Pelaksanaan etika
birokrasi
Dari paparan tersebut di atas maka dapat pula dikatakan
bahwa etika sangat diperlukan dalam praktek administrasi publik untuk dapat
dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh
administrasi publik. Disamping itu perilaku birokrasi tadi akan mempengaruhi
bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dilayani. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat
digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya antara lain adalah:
1. efisiensi, artinya
tidak boros, sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika
mereka efisien.
2. membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan
pribadi
3. impersonal,
maksudnya dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan
lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal,
maksudnya hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan
perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi
4. merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi
pegawai, artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di
dasarkan atas kekerabatan, namun berdasarkanpengetahuan (knowledge),keterampilan (skill),sikap (attitude),kemampuan (capable),
dan pengalaman (experience).
5. accountable, nilai
ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan
akuntabel bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat
mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan dan sikap
6. responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap
keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha
memenuhi, tidak suka menunda-nunda waktu atau memperpanjang alur pelayanan.
2.2.
Pelayanan publik
Pelayanan publik atau
pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan,perundang-undangan.
Pengertian berdasarkan UU Pelayanan Publik Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public
Pengertian berdasarkan UU Pelayanan Publik Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public
2.2.1.
Penyelenggaraan pelayanan publik
Penyelenggara
Pelayanan Publik adalah instansi pemerintah yang terbagi
ke dalam unit-unit pelayanan yang secara langsung memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Ukuran keberhasilan pelayanan akan tergambar pada indeks kepuasan
masyarakat yang diterima oleh para penerima pelayanan berdasarkan harapan dan
kebutuhan mereka yang sebenarnya. Namun sebenarnya pelayanan publik dapat
bekerja sama dengan pihak swasta atau diserahkan kepada swasta apabila memang
dipandang lebih efektif dan sepanjang mampu memberikan kepuasan maksimal kepada
masyarakat.
Setiap pelayanan publik
harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang
harus dimiliki dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh
pemberi dan penerima pelayanan.
Standar pelayanan publik
sekurang-kurangnya meliputi :
1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan
merupakan salah satu dari standar pelayanan publik. Prosedur pelayanan harus
dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan publik, termasuk pengaduan
sehingga tidak terjadi permasalahan dikemudian hari. Prosedur pelayanan harus
ditetapkan melalui standar pelayanan minimal, sehingga pihak penerima pelayanan
dapat memahami mekanismenya.
2.
Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian
merupakan salah satu dari standar pelayanan publik. Waktu penyelesaian yang
ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan
termasuk pengaduan. Semakin cepat waktu penyelesaian pelayanan, maka akan
semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat akan pelayanan yang diberikan.
3. Produk Pelayanan
Produk pelayanan merupakan
salah satu dari standar pelayanan publik. Hasil pelayanan akan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan harus dipahami secara
baik, sehingga memang membutuhkan sosialisasi kepada masyarakat.
4. Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan merupakan salah
satu dari standar pelayanan publik. Biaya pelayanan termasuk rinciannya harus
ditentukan secara konsisten dan tidak boleh ada diskriminasi, sebab akan
menimbulkan ketidakpercayaan penerima pelayanan kepada pemberi pelayanan. Biaya
pelayanan ini harus jelas pada setiap jasa pelayanan yang akan diberikan kepada
masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kecemasan, khususnya kepada pihak atau
masyarakat yang kurang mampu.
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana
merupakan salah satu dari standar pelayanan publik. Penyediaan sarana dan
prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik sangat
menentukan dan menunjang keberhasilan penyelenggaraan pelayanan.
6. Kompetensi Petugas
Pemberi Pelayanan
Kompetensi petugas pemberi
pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan publik. kompetensi
petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan agar
pelayanan yang diberikan bermutu.
2.2.2.
Undang-undang pelayanan public
Undang-Undang
Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan
itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi
yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan
kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan
perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam
kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap
warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam
kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan
publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang
harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas
hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung
jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang
di dalam penyelenggaraan pelayanan public.
2.3. Fungsi
Birokrasi Sebagai Pelayanan
Menurut Kumorotomo (1996)
indikator untuk menilai kinerja organisasi publik, antara lain, yaitu :
efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap. Indikator-indikator yang
digunakan untuk menilai kinerja organisasi sangat bervariasi. Secara garis
besar, berbagai parameter yang dipergunakan untuk melihat kinerja pelayanan
publik dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan. Pendekatan yang pertama
melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pemberi layanan dan pendekatan
kedua dari perspektif pengguna jasa.
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas
dalam penyelanggaraan pelayanan publik adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan
ukuran-ukuran atau nilai-nilai dalam atau norma eksternal yang ada di
masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholders.
Rendahnya tingkat
akuntabilitas aparat birokrasi dalampemberian pelayanan publik erat kaitannya
dengan pula dengan persoalan struktur birokrasi yang diwarisi semenjak masa
orde baru berkuasa. Prinsip loyalitas kepada atasan lebih dikenalkan daripada prinsip
loyal kepada publik. Birokrasi di Indonesia tidak pernah diajarkan untuk
mempunyai pemikiran bahwa kedaulatan berada pada publik, artinya bahwa
eksistensi pelayanan birokrasi akan sangat ditentukan oleh pertanggungjawaban
birokrasi terhadap publik.
2. Responsivitas
Responsivitas adalah
kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun kebutuhan
dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini
mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta
tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat dibutuhkan dalam pelayanan publik
karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat (Dilulio, 1994). Organisasi yang memiliki responsivitas
rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga (Osborne dan
Plastrik, 1997).
3. Orientasi
pada Pelayanan
Orientasi pada pelayanan
menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dimanfaatkan untuk
penyelenggarakan pelayanan publik. Sistem pemberian pelayanan yang baik
dapat dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi
secara efektif didayagunakan untuk melayani kepentingan pengguna jasa.
Idealnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi
hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan
pengguna jasa. Kemampuan dan sumber daya dari aparat birokrasi sangat
diperlukan agar orientasi pada pelayanan dapat dicapai.
4. Efisiensi
Pelayanan
Efisiensi pelayanan adalah
perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan. Secara ideal, pelayanan
akan efisien apabiila birokrasi pelayanan dapat menyediakan input pelayanan,
seperti biaya dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat pengguna jasa.
Demikian pula dalam sisi output pelayanan, birokrasi, birokrasi secara ideal
harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama dari aspek biaya
dan waktu pelayanan. Efisiensi pada sisi input dipergunakan untuk melihat
seberapa jauh kemudahan akses publik yang ditawarkan. Akses publik terhadap
pelayanan dipandang efisien apabila publik memiliki jaminan atau kepastian
menyangkut biaya pelayanan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
birokrasi
adalah suatu prosedur yang efektis dan efesien yang didasrkan oleh teori dan
aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah di
tetapkan oleh organisasi atau instansi.
publik atau pelayanan
umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan,perundang-undangan.
Untuk menilai kinerja organisasi publik,
antara lain, yaitu : efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap.
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi sangat
bervariasi. Secara garis besar, berbagai parameter yang dipergunakan untuk
melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan.
Pendekatan yang pertama melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif
pemberi layanan dan pendekatan kedua dari,perspektif,pengguna,jasa.
DAFTAR PUSTAKA
Pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik
Ramli.A, Sistem
Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007
Rahardjo,Adisasmita, Pengelolaan
Pendapatan dan Anggaran Daerah. Makassar: PPKED, 2009
0 komentar:
Posting Komentar