TEORI KEMISKINAN
Disusun
oleh:
ILHAM
AKBAR (150802001)
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM
– BANDA ACEH,
2016
A. Pengertian
Kemiskinan
Kotze (dalam Hikmat, 2004:6) menyatakan bahwa masyarakat miskin memiliki kemampuan yang
relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang ada. Kendatipun bantuan luar kadang-kadang digunakan, tetapi tidak begitu saja dapat dipastikan sehingga masyarakat bergantung pada dukungan dari luar.
Pendekatan pemberdayaan ini dianggap tidak berhasil karena tidak ada masyarakat yang dapat hidup dan
berkembang bila terisolasi dari kelompok masyarakat lainnya. Pengisolasian ini menimbulkan sikap pasif, bahkan keadaan menjadi
semakin
miskin.
Selanjutnya Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah situasi yang serba terbatas
yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Suatu penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya,
yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal maupun nonformal yang pada akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan informal.
Lebih lanjut Emil Salim (dalam Supriatna, 1997: 82) mengemukakan lima karakteristik penduduk
miskin. Kelima karakterisktik penduduk miskin tersebut adalah tidak memiliki faktor produksi sendiri, tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, tingkat pendidikan pada umumnya rendah,
banyak
di antara mereka yang tidak mempunyai fasilitas, dan
di antara mereka berusia
relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau
pendidikan yang memadai.
Jadi, kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah.
B. Sebab-sebab Terjadinya Kemiskinan
dan Karakteristiknya
1.
Terjadinya
Kemiskinan
sedikit penjelasan mengenai sebab-sebab kemiskinan. Kemiskinan massal yang terjadi di banyak negara yang baru saja merdeka setelah Perang Dunia II memfokuskan pada keterbelakangan dari perekonomian
negara
tersebut sebagai akar masalahnya
(Hardiman dan Midgley,
dalam
Kuncoro, 1997:131).
Penduduk negara tersebut miskin menurut Kuncoro (1997:131) karena menggantungkan diri pada
sektor pertanian yang subsistem, metode produksi yang tradisional, yang seringkali dibarengi dengan sikap apatis terhadap lingkungan.
Sharp, et.al (dalam Kuncoro, 1997:131) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang
dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam
kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan,
nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses
dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) menurut Nurkse (dalam Kuncoro, 1997:132): adanya keterbelakangan, ketidaksempumaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktivitasnya mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan
dan investasi. Rendahnya
investasi berakibat
pada keterbelakangan, dan seterusnya.
Negara berkembang sampai kini masih saja memiliki ciri-ciri terutama sulitnya mengelola pasar dalam negerinya menjadi pasar persaingan yang lebih sempurna. Ketika mereka tidak dapat mengelola pembangunan ekonomi, maka kecenderungan kekurangan kapital dapat terjadi, diikuti dengan rendahnya produktivitas, turunnya pendapatan riil, rendahnya tabungan, dan investasi mengalami penurunan sehingga melingkarulang
menuju keadaan kurangnya modal. Demikian seterusnya, berputar. Oleh karena itu, setiap usaha memerangi
kemiskinan seharusnya diarahkan untuk
memotong lingkaran
dan perangkap
kemiskinan ini.
Dari uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya kemiskinan adalah adanya
faktor internal berupa kebutuhan yang segera harus terpenuhi namun tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam beaisaha mengelola sumber daya yang dimiliki (keterampilan tidak memadai, tingkat pendidikan yang
minim
dan
lain-lain). Faktor ekstenal berupa bencana alam seperti halnya krisis ekonomi ini, serta tidak adanya
pemihakan berupa
kebijakan yang memberikan kesempatan dan
peluang bagi masyarakat
miskin.
Meskipun banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli sehubungan dengan sebab-sebab
terjadinya kemiskinan, paling tidak ada dua macam teori
yang lazim dipergunakan untuk menjelaskan akar
kemiskinan yaitu teori marginalisasi dan teori ketergantungan (Usman,1993:23-27). Dalam teori marginalisasi,
kemiskinan dianggap sebagai akibat dari tabiat apatis, fatalisme, tergantung, rendah diri, pemboros dan konsumtif serta kurang berjiwa wiraswasta.
2.
Karakteristik Kemiskinan
Masyarakat miskin sesuai karakteristiknya menurut Kartasasmita (1993:4), umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi, sehingga semakin tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang
mempunyai
potensi
lebih tinggi.
Sementara itu Soemardjan (dalam Sumodingrat 1999:81), mendeskripsikan berabagai cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda, dengan tetap memperhatikan dua kategori tingkat kemiskinan,
sebagai berikut:
Pertama, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pedidikan; Kedua, kemiskinan relatif adalah penghitungan kemisikinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah. Kemiskinan
jenis ini dikatakan relatif kerena berkaitan
dengan distribusi
pendapatan antar lapisan sosial.
Chamber
(1983:109) mengemukakan lima karakteristik sebagai ketidak beruntungan (disadventages) yang melingkupi
orang
miskin
atau keluarga miskin
antara lain: (a)
poverty, (b) physical weakness, (c) isolation, (d) powerlessness.
Moeljarto (1995:98) mengemukakan tentang Poverty Profile sebagaimana berikut: Masalah
kemiskinan bukan saja masalah welfare akan tetapi
mengandung enam buah alasan antara lain : (a) Masalah
kemiskinan adalah masalah kerentanan. (b) Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena hubungan produksi dalam masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk berpartisipasi dalam proses produksi. (c) Masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi, emosional dan sosial dalam menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk
mengaktualisasikan diri, sehingga membuatnya tidak berdaya. (d) Kemiskinan juga berarti menghabiskan
sebagian besar penghasilannya untuk konsumsi pangan dalam kualitas dan kuantitas terbatas. (e) Tingginya rasio
ketergantungan, karena jumlah keluarga yang besar. (f) Adanya kemiskinan yang diwariskan secara terus
menerus.
Selanjutnya Supriatna
(1997:82) mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin,
antara lain:
a. Tidak memiliki faktor produksi
sendiri.
b. Tidak mempunyai kemungkinan
untuk memperoleh
aset produksi dengan kekuatan sendiri.
c. Tingkat pendidikan
pada
umunya
rendah.
d. Banyak
diantara mereka tidak mempunyai fasilitas
.
e. Diantara mereka berusia relatif muda
dan tidak mempunyai keterampilan
atau pendidikan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal:
Kemiskinan
Dan Konsep Teoritisnya, Oleh : Yulianto Kadji Guru Besar
Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UNG
Jural: Landasan Teori Kemiskinan, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar